Delapan Sabda Dewa (Wiro Sableng 212)
Buku 86 : Delapan Sabda Dewa
Karya : Bastian Tito
Tokoh :
- Wiro Sableng
- Makhluk Pembawa Bala
- Dua Makhluk Berkulit Hitam (Kaki tangannya Pangeran Matahari)
- Pangeran Matahari
- Pandan Arum (Bidadari Angin Timur Palsu)
- Wali Astanapura / Eyang Ismoyo Jelantik
- Kanjeng Sri Ageng Musalamat
- Datuk Rao Basaluang Ameh
- Cagak Guntoro dan Munding Sura (Anak buah Kanjeng Sri Ageng Musalamat)
- Ki Hok Kui
- Bu Tjeng (Penerjemah)
- Lu Liong Ong (Pimpinan utusan Raja)
- Lo Sam Tojin (Ketua Perkumpulan Kuncir Emas)
- Suma Tiang Bun (Kepala Barisan Pengawal Istana)
- Jenderal Tjia (Kepala Balatentara)
- Louw Bin Nio (Kekasih gelap Jenderal Suma)
Outline :
- Di atas perahu setelah keluar dari istana Ratu Duyung, Wiro dihadang oleh dua makhluk berkulit hitam dan Makhluk Pembawa Bala, lalu datang enam dayang anak buah Ratu Duyung membantu.
- Di puncak Merapi, Pangeran Matahari yang sedang bercumbu dengan Pandan Arum tiba-tiba didatangi salah satu dari makhluk berkulit hitam yang baru habis bertempur dengan Wiro.
- Di laut utara, Wali Astanapura / Eyang Ismoyo Jelantik bersiap melepas muridnya yang bernama Ageng Musalamat beserta 40 orang pilihan untuk pergi menuju negeri China.
- Sebelum dilepas pergi, Eyang Ismoyo menyerahkan Kitab Putih Wasiat Dewa kepada Ageng Musalamat.
- Di atas kapal, Ageng Musalamat membaca Kitab Putih Wasiat Dewa. Tiba-tiba muncul dua sosok berupa manusia dan binatang dihadapannya. Sosok manusia bernama Datuk Rao Basaluang Ameh, dan sosok binatang harimau putih bernama Datuk Rao Bamato Hijau.
- Datuk Rao Basaluang Ameh menceritakan perihal Kitab Putih Wasiat Dewa, dan melarang Ageng Musalamat untuk membacanya lalu memintanya untuk menyerahkan kitab itu kepada yang berjodoh 20 tahun yang akan datang.
- Rombongan Kanjeng Sri Ageng Musalamat akhirnya tiba di pelabuhan Seochow dan disambut utusan khusus Raja Tiongkok dan beberapa pejabat penting dari kotaraja.
- Ageng Musalamat bertemu dengan anak berumur sembilan tahun bernama Ki Hok Kui. Setelah mendengar asal-usul anak itu, Musalamat pun mengajaknya untuk ikut rombongan menuju kotaraja.
- Malam hari di tengah perjalanan, rombongan pun didatangi oleh tujuh orang tak dikenal. Lu Liong Ong sebagai pimpinan rombongan dengan dibantu pasukan kerajaan bertempur melawan tujuh orang itu.
- Sesampainya di istana, rombongan Ageng Musalamat dijamu makan malam. Dan hari berikutnya diajak melihat-lihat pemandangan.
- Hari ketiga, di tengah-tengah acara pertemuan tiba-tiba datang tamu tak diundang bernama Lo Sam Tojin ketua Perkumpulan Kuncir Emas.
- Suma Tiang Bun sebagai ketua barisan pengawal istana bertarung melawan Lo Sam Tojin. Jenderal Tjia sebagai kepala balatentara bersama tentaranya menggembur dua puluh orang anak buah Lo Sam Tojin. Ageng Musalamat pun ikut bertempur melawan Lo Sam Tojin.
- Karena berhasil membunuh Lo Sam Tojin, Ageng Musalamat diberi hadiah berupa tanah subur oleh Raja.
- Lama kelamaan kediaman Ageng Musalamat pun berkembang hingga menjadi satu kota kecil. Musalamat membuka perguruan silat dimana Ki Hok Kui menjadi salah satu muridnya.
- Ki Hok Kui yang sudah berumur 30 tahun hampir menyerap seluruh kepandaian yang dimiliki Ageng Musalamat.
- Ageng Musalamat tiba-tiba berniat membuka halaman kelima Kitab Putih Wasiat Dewa. Setelah dibuka, Datuk Rao Basaluang Ameh dan harimau putihnya pun muncul.
- Kota kediaman Ageng Musalamat diserbu pasukan kerajaan berjumlah sampai dua belas ribu karena mendapat fitnah dari Jenderal Suma yang mengatakan bahwa Musalamat berkomplot dengan Mongol untuk menjatuhkan Raja.
- Ageng Musalamat menitipkan Kitab Putih Wasiat Dewa kepada Ki Hok Kui dan memintanya pergi untuk menyelamatkan diri.
- Ki Hok Kui melarikan diri menuju tanah jawa. Jenderal Suma, Munding Sura, Louw Bin Nio, dan beberapa tokoh silat istana memburunya.
- Wiro yang pingsan akhirnya kembali siuman, lalu mendengar nyanyian aneh kemudian mendekati arah datangnya suara nyanyian tadi.
Komentar
Posting Komentar